BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Thursday, November 19, 2009

The Day She Went Away




Rangkaian bunga bertuliskan "turut berduka cita" dengan jumlah lebih dari dua menguatkan bukti bahwa orang kita kurang kreatif dalam mengucapkan belasungkawa dan prihatinnya, berbeda ketika kita mengucapkan selamat dengan bermacam cara dan rangkaian kata :) think about it, guys. Losing something or someone is harder to face :)

Semua berawal dari sms yang kuterima malam jumat minggu lalu (horor giniiii) kalau eyangti masuk ruang ICU. sebelumnya udah diberitahu kalau beliau masuk rumah sakit lagi untuk yang - kalau gak salah - keempat kalinya. Mahal euy kalo bolak balik terus, ya nggak? MMC gitu :)

Aku tidak terburu2 untuk berangkat ke jakarta. Satu hal yang nempel di kepala aku, "pasti gak makan lagi.. Kasian tante aku, yang ngejagain eyang"

Beruntung aku ada niat berangkat hari jumat itu. Sekalian ke Thamrin, mengingat harus menyerahkan tugas ke pembimbing luar kampus. --tapi akhirnya gak diserahkan sampai hari ini, karena berkas yang harus diserahkan belum ditandatangani fakultas karena surat pernyataan bersalah mengenai diksar tahun lalu--
Siang itu aku menuju jakarta sendiri, hujan di jalan tol, sampai jakarta langsung ke kuningan, untuk jemput tante ku yang hampir24 jam menjaga eyang, lalu off ke rumah sakit.

Di sana, suasana ICU mengingatkan aku akan keadaan tanteku yang lain ketika masuk ke ruang ICU setelah menjalani operasi. Suasana ruang tunggunya sudah seperti tempat nginap orang2 yang nungguin kerabat mereka yang masuk ICU. Aku masuk ke ruang ICU bersama tante ku ketika ada ruang untuk dua orang di dalam. Di ICU kan dijatah orang masuknya. Hanya boleh dua pengunjung. Ketika melihat eyang di dalam, dengan masker oksigen (hehe aku gak tau istilahnya apa) dan selang infus dan muka tak bertenaga serta tampak seperti orang tak sadar, aku gak bisa nahan nangis. Thanks for my auntie, dia mengangguk ke arahku menandakan aku tak boleh bersikap seperti itu. Aku memperbaiki nafasku, menahan air mata yang sudah diujung mata, dan mengikuti instruksi tante untuk membacakan doa bersama, mengajak eyang berdoa bersama.
Keluar dari ruangan itu, aku ambil "teman diamku" dan menanyakan, di mana kamar mandi. Ketika mengetahui kamar mandi di dekat ICU ternyata dikunci aku ke kamar mandi di lantai bawah, dan ternyata ada orang. Aku ingin mengeluarkan air mata yang tertahan ini dan menghubungi orang tuaku agar segera datang ke jakarta.
Aku jalan ke luar dan menghubungi ibuku, ketika diangkat, tanpa basa basi aku langsung menangus dan bertanya kapan akan datang mengunjungi eyang?! Sampai sesak nafas aku berbicara pada mereka via handphone.

Keesokan harinya, tangan eyang yang tadinya bengkak, menjadi lebih baik. Responnya pun lebih bagus. Sebelumnya, tenggorokannya penuh dengan dahak sehingga membuatnya susah untuk bernafas, dapat terlihat dari nafasnya yang terengah2... Hari kedua aku menjenguknya, keadaannya tak separah sebelumnya. Ayah pun melihat keadaan eyang yang tidak terlalu parah :) mungkin yang ada di pikiran ayah : "lebay banget sih lo, taraaaa" hahaha

Anyway, aku ingat weekend itu bertemu banyak sodara yang datang menjenguk eyang. Salah penjenguk adalah asistennya tanteku itu, mengatakan bahwa "there's something wrong in her digest system" karena yang beliau 'keluarkan' berupa urine bercampur darah, dan kejadian ini terjadi pada hari sabtu. Aku tidak ingin mempercayai perkataannya. Toh beliau lebih responsif pada hari itu.

Minggu, beliau sudah bisa merespon apa yang aku katakan, malah beliau sempat komplain mengenai sesuatu. Aku minta maaf karena aku gak ngerti apa yang eyang mau.. Beliau hanya mengeluarkan desahan2 yang seakan mengatakan kalau beliau ingin minum. Karena aku ingat dulu kalau di rumah atau ketika dirawat, dia selalu batuk untuk meminta seteguk air putih. Hal ini beliau lakukan pada saat itu. Aku tau, mulutnya kering dan terluka karena gigu palsu bagian bawahnya yang tidak dapat dilepas itu menghalanginya bernafas.

Hari minggu itu aku sudah agak santai karena beliau sudah lebih responsif. Dan aku ingin bertemu saudaraku yang berada di Depok. Sayangnya, aku tidak terlalu berusaha menepati janji itu. Aku masih ingin berada di MMC.

Hari senin, ayah berencana akan pulang, senin sore atau selasa pagi. Karena masih harus ngepack barang untuk pindah berhubung sudah pensiun. Selama perjalanan sebelum beli tiket, hujan deras di jakarta, dan aku menerima telefon dari tanteku untuk meminta ayah bertemu dengan dokter yang merawat eyang, katanya penting, tapi aku hanya memberitahu ayah bahwa ayah harus menemui dokter, takut ayah cemas. Seperti rencana, ayah memesan penerbangan hari itu atau keesokan harinya, Tetapi takdir berkata lain, ayah dapat tiket hari Rabu. Baru setelah itu aku menyampaikan pesan tanteku dengan lengkap. Sesaimpainya di rumah sakit, aku kaget melihat tanteku sudah standby di sana. Ketika kutanya kok gak ditempat kerja, dia hanya tersenyum lebar dengan becanda,"meliburkan diri, enak kan?"

Setelah ayah masuk ke icu, selanjutnya adalah aku, sendirian. Aku memanggil beliau, tapi tidak responsif.. Kurang responsif, itu pikiranku saat itu. Tangannya kembali membengkak, kuintip urin nya, "tidak ada darah, kok" itu pikirku. Aku keluar dan kembali menunggu di ruang tunggu.

Jam 1an, tanteku tiba2 bilang, hubungi kakak adiknya, dalam arti, adek2nya ayahku. Katanya disuruh standby di MMC. Sempat terdengar tanteku menceritakan dokter yang merawat eyang mengatakan,"gw gak sukak ngeliat detak jantungnya nih, elo jangan pulang dulu ya! Standby di sini"

Tanteku sempat menuntunnya berdoa pada jam 1 itu..

Jam 3 lebih 20an, salah satu suster yang menjaga ruang ICU memanggil nama si eyang,"Keluarga Soepeni". Tante yang menjaga eyang dari awal, sebut saja tante I dan adiknya, sebut saja tante M serta ayah langsung berdiri dan segera masuk ke ruang ICU. suami tante I agak ragu meninggalkanku dengan tas2 mereka sendirian. Masih belum kucerna pada saat itu kalau kondisi beliau sudah sebegitu kritisnya. Begitu jsm dinding menunjukkan pukul tiga kurang 15 menit, suami tante I keluar dan aku disuruh masuk.

Tanpa mengetahui keadaan di dalam, aku mengintip dari balik pintu. Semua kepala tante I, tante M, dan ayah serta dokter temennya ayah, menoleh ke arahku. Aku melihat dengan muka kebingungan. Muka dokter yang temennya ayah itu kan agak konyol, pada saat itu yang terlihat hanyalah kerutan di kening tanpa melakukan apa2 bahkan tidak bercanda. Aku memperhatikan layar yang menunjukkan detak jantungnya, sudah benar2 lemah...... 50an/menit

Aku melihat jam dinding, 2.50, detak jantungnya semakin rendah.........30an/menit
Dokter tersebut berkata pada ayahku,"gak ada yang bisa dilakukan. Mau dipakaikan alat bantupun, darahnya sudah tidak bisa menyerap oksigen"

Ketika aku melihat jam lagi, 2.56an, angka yang ditunjukkan pun semakin rendah. Aku tak bisa menahan nangis, aku hanya memegang kakinya yang dingin, memperhatikan mukanya yang sudah kuning..... Aku mengingatkan ayahku untuk membacakan tahlil di telinganya,,

Tekanan darahnya sudah tidak muncul di layar, kata si dokter,"sudah terlalu kecil, sehingga tidak bisa dideteksi lagi"

Aku menunduk menghadap kakinya, membacakan semua surat yang aku ingat, mendekati detik2 detak jantungnya berhenti, reminder adzan yang keluar di handphone si dokter berbunyi.. Dan adzan Ashar tersebut mengantarnya pergi...

Ketika keluar dari kamar, aku tak bisa menahannya lagi, aku menangis dan menghubungi adikku, setelah itu aku menghubungi saudaraku. Aku hanya bisa menangis terdiam membayangkan eyang yang detak jantungnya berhenti di hadapanku.........

Setelah dipikir2, mungkin sebenarnya beliau telah tiada sebelum aku masuk ke ruangannya, karena detak jantung mah masih akan terus menurun setelah roh pergi, begitu kan??? Siapa yang tau persia, sih?? Tapi aku percaya seperti itu. Sama seperti ketika kita mengerem mobil, kita tidak akan langsung berhenti total kan? Pasti kecepatannya menurun dulu, baru berhenti.

Hikmah yang aku ambil adalah jangan takut ketika melihat mayat kerabat seseorang melintas di depan kita, karena aku ngerasain itu, ketika tubuh eyang dibawa memakai meja dorong-- again, aku gak tau istilahnya-- dan ada orang2 yang bilang "hiiiiii" aku merasa sangat tersinggung!!! Mendingan bilang "innalillahi waina ilaihi rojiun" dan menunduk deh, daripada keganjenan deket2 cowok, menyembunyikan kepalanya dan bilang,"hiiiiii"

Grow up, woman!!! You wear that sophisticated look but act like a child?????! Shame on you,lady...

SHAME ON YOU

Akhir kata, aku mohon doa dari semua yang ngebaca postingan ini ya..

For my beloved granny. I can say to myself, i enjoyed every second that i've spent with you.. I have no regret to be left, like before.. I've learned my lessons and glad that I spent nights with you, everytime i stayed in Saharjo. I remember waking up with you already awake with a book on your hand and looking at me saying, "tadi malem kamu tidur jam berapa?". I remember this past months, when you already spent several times at hospital, you became more intolerant with my habit of waking up late. But those times are something for me to memorize about you..


Maybe i should learn to wake up early in the morning. :)

Sunday, November 15, 2009

Waiting Room


ICU @ MMC, Nov 15th '09

Wednesday, November 11, 2009

Harvesting


Setiabudhi, my garden